Cari Blog Ini

Minang forum

Sabtu, 04 Juni 2011

Di tengah hiruk pikuk dan kekisruhan Kongres PSSI beberapa waktu lalu, sehingga kongres yang digelar oleh KN ( Komite Normalisasi ) 


yang pimpin Agum Gumelar seharusnya  mampu melahirkan kepengurusan untuk periode empat tahun kedepan, terpaksa ditutup tanpa menghasilkan keputusan. Malahan, sepakbola Indonesia dibayang-bayangi sanksi dari FIFA. Apakah Indonesia akan diberi sanksi oleh FIFA atau FIFA akan bermurah hati dengan meminta dilakukan kongres ulangan?

Euforia sepakbola ada dan dirasaklan dimanapun. Ini tidak dapat dimungkiri. Dari kota sampai ke desa euforia sepakbola selalu bergema di Indonesia. Apalagi di Indonesia ada Liga Super, Liga Devisi Utama, Devisi Satu, Devisi Dua, sampai Devisi Tiga. Malahan, saat ini juga digulirkan liga tandingan dengan lebel Liga Primer Indonesia. Di tingkat desa ada namanya Liga Tarkam atau liga antar kampung, yang tidak kalah meriahnya dibanding liga-liga diatas.

Bagai mana dengan kita di Sumatera Barat? Tidak dapat dipungkiri, dari Ranah Bundo pernah lahir pemain sepak bola besar membela Merah Putih, mulai dari Yus Etek, Suhatmat Imam, Asmawi Jambak, Nil Maizar, Hendri Susilo, Safrudin Kawat, Gusnedi Adang, Yeyen Tumena, sampai generasi sekarang : Alan Marta dan Syamsir Alam dan lainnya.

Generasi sepakbola Sumbar dilahirkan dari sebuah kompetisi mulai dari kompetisi antar kampung, kompetisi antar sekolah, kompetisi antar klub dalam bond perserikatan yang ada di wilayah Sumbar,sebut saja bond PSP, Persepar, Persepak, Persiju, PSBS, PSA sebelum dipecah menjadi dua bond yakni PSKB Bukittinggi dan PSKA Agam, kemudian lahirlah Galatama Semen Padang yang didanai oleh pabrik Semen Padang dan yang teranyar lahirnya Minangkabau FC yang berkompetisi di Liga Primer Indonesia.

Di liga profesional baik ISL maupun LPI klub-klub sumbar selalu berkibar saat ini untuk sementara PS Semen Padang masih bertengger di papan atas ISL, sementara itu Minangkabau FC di papan tengah LPI, sepak bola di Indonesia tuannya adalah PSSI sementara dunia adalah FIFA, namun gegap gempita dan cemerlangnya prestasi PS. Semen Padang dan Minangkabau FC, dimana posisi pengurus PSSI Komda Sumbar dan pengurus PSSI Pengcab-pengcab se Sumbar serta pengurus bond-bond perserikatan se Sumbar dan keterikatannya dengan pemerintah daerah.

Saat ini tidak ada lagi gegap gempita pertandingan antar klub bond-bond yang ada di Sumbar malahan beberapa stadion sepak bola yang tersebar di Sumbar yang dibangun dengan dana milyaran rupiah hanya ada orang bermain sepak bola sekedar hobi tanpa ada sasaran kompetisi yang berujung prestasi diluar stadion H. Agus Salim Padang sebagai home base nya dua Klub yakni Semen Padang dan Minangkabau FC.

Stadion Ateh Ngarai misalnya, pasca gempa bumi tahun 2007 lalu tepi stadion sudah berdiri di bibir jurang ngarai Sianok, belum terlihat adanya keinginan dari Pemko Bukittinggi cq Dinas Pendidikan sebagai pemilik aset untuk berupaya memindahkan atau membangun stadion baru ditempat yang lebih resperentatif.

Stadion ateh ngarai yang dahulunya dikenal dengan stadion PSA pada masa lalu melahirkan pemain-pemain besar berskala nasional sebut saja Asmawi Jambak (ex. Arseto Solo), Hendri Susilo saat ini pelatih Putra Samanrinda di ISL, Syafrudin Kawat ex. PS Bengkulu, malahan dari prestasi bermain bola di stadion ateh ngarai tidak sedikit diantara mereka sekarang sudah menjadi pegawai baik PNS maupun BUMN.

Namun kini walau kondisi lapanggan tidak merana namun sudah tidak layak lagi untuk menggelar sebuah pertandingan sepak bola, karena apabila pemain sepak bola kelepasan nendang bola, maka bolanya akan ditampung oleh ngarai sianok, karena jarak antara bibir ngarai dengan tepi stadion sangat dekat sekali.

Saat ini di stadion ateh ngarai tidak ada lagi teriakan gooooool, dan eforia sepak bola, tidak ada lagi kompetisi sepak bola, bagai mana dengan pengurus PSSI Kota Bukittinggi dan pengurus Bond PSKB Bukittinggi pengurus ada tapi tanpa aktifitas, kalau tidak ada aktifitas, dan kompetisi mustahil akan lahir pemain-pemain sekaliber Asmawi Jambak, Hendri Susilo dan lain-lainnya, akhirnya hobidan bakat-bakat mereka akan terpendam dan semakin terpendam layu sebelum berkembang.

Tidak hanya stadion ateh ngarai yang sepi pertandingan dan kompetisi sepak bola, hampir semua stadion di Sepak bola minus stadion Haji Agus Salim sepi dari pertandingan sepak bola, stadion Poliko Payakimbuh, Stadion PSBS Batusangkar, Stadion Imam Bonjol Lubuk Sikaping (ex. Arena MTQ) stadion M. Yamin Sijunjung walau pada masa recoveri pemulihan gempa Sumbar karena Stadion Haji Agus Salim sedang dalam masa perbaikan sempat dijadikan home base oleh PS Semen Padang dan stadion lainnya di Sumbar. Malahan Stadion Bukik Bunian di Lubuk Basung yang di bangun untuk arena Porprov tahun lalu, usai Porprov maka sepilah stadion.

Uniknya saat ini di sebuah nagari kecil di Kabupaten Agam yang bernama Lawang Tigo Balai Kecamatan Matua, sedang berlangsung kompetisi sepak bola antar jorong yang diikuti 12 kesebelasan dengan pertandingan setengah kompetisi, luput dari perhatian pengurus PSSI atau bond perserikatan daerah setempat.

Tidak ada pembinaan, tidak ada suport baik moril maupun materil, hanya ada semangat oleh pemuda masyarakat dan pemerintahan nagari setempat, mungkin saja dari tarkam itu nantinya akan terjaring bibit-bibit pemain sepak bola potensial, kenapa tidak ada tim pemantau, kalau kita tanya mereka mungkin kita akan mendapat jawaban klise “ waktu belum ada untuk memantau, dana tidak ada atau mereka tidak melapor kepada kami (Pengurus – red) kenapa tidak ada gerakan mengejar bola kenapa hanya ada menunggu bola saja entahlah..”

Saat ini, di mana keberadaan mereka para petingi pengurus PSSI dan Pengurus Bond daerah ini,kalau ada agenda kompetisi devisi tiga maka pengurus kasak-kusuk cari pemain, malahan sampai-sampai mengimpor pemain ke luar propinsi untuk ambisi sebuah kompetisi, atau merengek ke Semen Padang untuk meminta pemain veterannya agar boleh main untuk bond daerahnya.

Melihat kondisi sepak bola Indonesia saat ini yang sudah carut-marut di tingkat pusat dengan gagalnya KN melaksanakan Kongres untuk memilih ketua PSSI periode empat tahun kedepan, sudah sewajarnya dilakukan reformasi sepak bola nasional, mulai dari pusat sampai ke daerah, PSSI dari pusat sampai ke daerah sebagai organisasi kemasayarakatan diyakini menerima dana pembinaan dari pemerintah daerah baik berupa APBD maupun APBN.

Namun yang terjadi selama ini hanya sebuah menara gading kapan wakil dua ratus lima puluh juta rakyat indonesia akan menembus pentas dunia, tergantung kepada seluruh stake holder sepakbola nasional mulai dari pengurus pusat sampai daerah selaku regulator dan pembinaan, pendanaan pemain, penonton, dan masyarakat pencinta sepak bola.

Semoga kekisruhan sepakbola nasional segera selesai dan suara reformasi sepakbola nasional yang disuarakan oleh kaum reformis sepak bola akan menjadi kenyataan tanpa ada kepentingan. Yang ada hanya kepentingan prestasi sepak bola nasional dan akan berimbas kepada sepakbola di daerah sehingga gegap gempita stadion sepakbola di daerah ini kembali bergema seperti masa-masa lalu ------ (ridwansyah pernah menjadi pemain sepak bola)

Tidak ada komentar:

Thanks

 
© Copyright 2010-2011 MINANGKABAU FC All Rights Reserved.
Template Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.